Makna Pernikahan

Menikah bukanlah bentuk impian biasa, yang bisa diwujudkan hanya dengan seorang diri saja. Menikah adalah bentuk impian yang bisa diwujudkan dengan membutuhkan bantuan dari orang lain. Orang lain yang asing. Orang lain yang awalnya tidak kita kenal dan kira sebelumnya. Orang lain sekaligus orang asing yang dengan kesadaran dan keyakinannya mau mewujudkan mimpi itu bersama kita.

Lalu, ada dua kehidupan yang kemudian berjalan bersama-sama. Ada dua impian yang kemudian diwujudkan bersama.

Pernikahan itu kami maknai sebagai bentuk ibadah yang tak pernah berhenti.

Segala sesuatu yang hendak kami wujudkan nanti, semoga menjadi bukti cinta dan takwa kami kepada Rabb Pemilik Semesta Alam. Semoga pernikahan ini juga dapat kami maknai sebagai salah satu bentuk ibadah tingkat tinggi. Menikah bukan hanya soal menghalalkan berpegangan tangan atau soal “tidak kalah” dari teman (re: pencapaian eksistensi pribadi), tapi lebih dari itu. Dengan menjalankan Sunnah Rasul-Nya, menggenapi separuh agama dan menggenapi satu diantara tiga bekal yang dapat kami bawa ketika kami tiada, kami berharap dapat berjuang lebih lagi untuk agama-Nya.

Pernikahan bagi kami adalah ajang kolaborasi yang paling tinggi. Karena pernikahan adalah ibadah yang terlama menurut Islam.

Kolaborasi dalam iman, kolaborasi dalam takwa, kolaborasi dalam menjadi bermanfaat bagi orang banyak, kolaborasi dalam meluaskan nilai-nilai Islam, kolaborasi dalam menjalani suka maupun duka disetiap perjalanan, dan.... kolaborasi dalam menebar benih-benih kebaikan.

Dalam kolaborasi ini, kami harus mampu menurunkan ego masing-masing. Tak ada kata siapa yang “lebih” dari siapa. Semuanya sama. Saling bahu membahu, menyatukan kekuatan, saling melengkapi kelemahan dan kelebihan satu sama lain. Karena kami yakin, pernikahan yang kuat dibentuk dari dua orang yang mau saling bekerja sama.

Pernikahan kami maknai sebagai proses belajar seumur hidup. Ajang untuk belajar banyak hal. Belajar tentang makna syukur, kesabaran, keikhlasan, dan pengertian. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, hidup dan tinggal bersama dengan orang asing dalam satu atap yang sama. Bagaimana rasanya? Pasti aneh. Tapi kami akan segera memulai menjalani fase itu. Proses tiada henti untuk saling mengerti, mencocokkan kepribadian, menyamakan langkah, membangun mimpi bersama, merangkai kepercayaan, dan tentu saja.... berjuang bersama meraih tujuan.

Pernikahan kami ini kami maknai sebagai komitmen panjang yang harus kami pegang.

Pernikahan adalah salah satu dari tiga perjanjian terkuat yang disebut didalam Al-Qur’an dan perjanjian itu biasa disebutkan dengan kata Miitsaqan Ghaliizhaa. Perjanjian pertama adalah perjanjian Allah dengan Bani Israil, perjanjian kedua adalah perjanjian Allah dengan Rasul-Nya, dan perjanjian ketiga ialah pernikahan. Maka, tidak boleh ada kata ingkar dan dzalim didalam pernikahan karena perjanjian ini melibatkan Allah langsung didalamnya. Tidak boleh mundur dan tidak boleh ada kata menyerah. Komitmen itu harus dipegang, hingga nanti, hingga mati.